RUANG LINGKUP KEWARGANEGARAN

Standar

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Winarno (2006: 29-30) terdapat dalam Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a)      Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

b)      Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

c)      Hak Asasi Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

d)     Kebutuhan Warga Negara, meliputi: hidup gotong-royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

e)      Konstitusi Negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

f)       Kekuasan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

g)      Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

h)      Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan ini merupakan suatu pembahasan secara formil dan matrial untuk mencapai sasaran berkaitan dengan warganegara yang baik, meliputi wawasan, sikap, dan prilaku warganegara dalam kesatuan bangsa dan negara.

 

A.Hubungan Agama dan Negara

Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan (discoverese) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli. Berikut penulis menguraikan hubungan agama dan negara menurut beberapa paham.

1. Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi

Negara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini di jalankan berdasarkan firman-firman tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat bangsa, Negara di lakukan atas titah Tuhan.

2. Hubungan agama dan negara menurut paham sukuler

Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.       
3. Hubungan agama dengan kehidupan manusia

Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, agama merupakan keluhan makhluk tertindas.

Berbicara mengenai hubngan agama dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di kalangan beberapa ahli. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agama dan negara dapat digolongkan menjadi dua, diantaranya :

 

1.     Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik .

Maksud hubungan antagonis tikadalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antar negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalah
pada masa kemerdekaan dan sampai pada masa revolusi politik islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga presepsi tersebut membawa implikasi keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi politik Islam. Hal itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu ideologi yang memperebutka Negara Indonesia, yaitu gerakan Islam dan Nasionalis.

Gerakan Nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah kelompok belajar yang bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan belanda ini sangat berbakat dan merasa terkesan dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu pengetahuan agama sangat dangkal sehingga mahasiswa cenderung menganggap bahwa agama tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga untuk menuju kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan agama individu. Akibatnya, aktivis politik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik “minoritas” atau “outsider.”

Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Upaya untuk menciptakan sebuah sintesis yangmemungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir hingga periode kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencarikan jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik, formalistik dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagian aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada 1967-1987).

Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana negara betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau semangat yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan.

2.     Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif

Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah menyadari bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga Negara mengakomodasi islam. Jika islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI.

Sejak pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif. Hal ini ditandai dengan semakin dilonggarkannya wacana politik Islam serta dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian (besar) masyarakat Islam. Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas dan memiliki sifat yang berbeda diantaranya :

  • Struktura, yaitu dengan semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam untuk terintegrasikan ke dalam Negara.
  • Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif terhadap kepentingan Islam.
  • Infrastructural, yaitu dengan semakin tersedianya infrastruktur-infrastruktur yang diperlukan umat Islam dalam menjalankan “tugas-tugas” keagamaan.
  • Kultural, misalnya menyangkut akomodasi Negara terhadap islam yaitu menggunakan idiom-idiom perbendaharaan bahasa pranata ideologis maupun politik negara.

Melihat sejarah di masa orde baru, hubungan Soeharto dengan Islam politik mengalami dinamika dan pasang surut dari waktu ke waktu. Namun, harus diakui Pak Harto dan kebijakannya sangat berpengaruh dalam menentukan corak hubungan negara dan Islam politik di Indonesia.

Alasan Negara berakomodasi dengan Islam pertama, karena Islam merupakan kekuatan yang tidak dapat diabaikan jikaa hal ini dilakukan akan menumbulkan masalah politik yang cukup rumit. Kedua, di kalangan pemerintahan sendiri terdapat sejumlah figur yang tidak terlalu fobia terhadap Islam, bahkan mempunyai dasar keislaman yang sangat kuat sebagai akibat dari latar belakangnya. Ketiga, adanya perubahan persepsi, sikap, dan orientasi politik di kalangan Islam itu sendiri. Sedangkan alasan yang dikemukakan menurut Bachtiar, adalah selama dua puluh lima tahun terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi-sosial-ekonomi-politik yang berarti dan ditambah adanya transformasi pemikiran dan tingkah politik generasi baru Islam.

Hubungan Islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun menjadi akomodatif. Adanya sikap akomodatif ini muncul ketika umat Islam Indonesia ketika itu dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam masalah ideologi Pancasila.

Sesungguhnya sintesa yang memungkinkan antara Islam dan negara dapat diciptakan. Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang legalistik dan formalistik telah menyebabkan ketegangan antara Islam dan negara. Sementara itu, wacana intelektualisme dan aktivisme politik Islam yang substansialistik, sebagaimana dikembangkan oleh generasi baru Islam, merupakan modal dasar untuk membangun sebuah sintesa antara Islam dan negara.

Dikalangan cendikiawan muslim, polemic tentang hubungan antara agama dan negara masih terjadi perbedaan pendapat, di Indonesia, misalnya muncul dua pendapat atau pandangan yaitu pendapat atau pandangan Nurcholis Madjid dan H.M. Rasjidi. Nurcholis Madjid mengemukakan gagasan pembaharuan dan mengecam dengan keras konsep negara Islam sebagai berikut:

“Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep “negara Islam” adalah suatu distorsi hubungan proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang dimensinya adalah spritual dan pribadi”. Menurut Tahir Azhary pandangan Nurcholis ini jelas telah memisahkan antara kehidupan agama dan negara.       
           Seorang intelektual muslim terkemuka yaitu M. Rasjidi yang pernah menjabat Menteri Agama dan Duta Besar di Mesir dan Pakistan, serta Guru Besar Hukum Islam dan Lembaga-Lembaga Islam di Universitas Indonesia dengan sangat segan telah menulis suatu buku dengan judul Koreksi Terhadap Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi. Kritik H.M. Rasjidi terhadap pandangan Nurcholis dikutip oleh Muhammad Tahir Azhary yang berjudul Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa.

Dengan konklusi bahwa dalam batas tertentu, dalam Islam ada juga pemisahan antara negara dan agama, M.Thahir Azhary berpendapat baik Nurkholis Madjid maupun Mintaredja telah terjebak ke alam pikiran yang rancu, karena menurutnya, Islam dapat diartikan baik sebagai agama dalam arti sempit, maupun sebagai agama dalam arti yang luas. Dengan demikian menurut M, Tahir Azhary , konklusi Mintaredja sesungguhnya kontradiktif dengan jalan pikirannya sendiri. Kalau Islam dalam arti yang luas ia tafsirkan sebagai “Way of Life now in the earth and in the heaven after death”. Konsekuensi logis dari penafsiran itu seharusnya ialah Islam merupakan suatu totalitas yang komprehensif dan karena itu tidak mengenal pemisahan antara kehidupan agama dan negara.

Berdasarkan fakta otentik, jelas bahwa dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah Rasul kehidupan agama (dalam hal ini Islam) dengan kehidupan negara tidak mungkin dipisahkan. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Salah satu doktrin Al-Qur’an yang memperkuat pendirian ini adalah adanya ayat yang menyebutkan adanya kesatuan antara hubungan manusia dengan manusia yang terdapat dalam surat Ali Imran, ayat 112.

Ayat tersebut diperkuat lagi dengan firman Allah yang terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 58-59 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) menetapkan hubungan diantara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu sekalian.” (al-Nisa’ : 58-59).

 

Hubungan antara agama & Negara dalah tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.

Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.

Kehidupan manusia, dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas

Agama, secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah (terminology) menurutnya dalam masyarakat indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Pengertian agama yang dikutip sudah pasti tidak akan mendapatkan kesepakatan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya karena sebagaimana dikatakan, bahwa kita sulit sekali atau mustahil menjumpai definisi yang dapat diterima semua pihak

Negara, secara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Secara terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.

 

B. PANCASIL SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA 
           Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harafiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar, ide atau cita-cita. Cita-cita yang dimaksudkan adalah cita-cita yang tetap sifatnya dan harus dapat dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar, pandangan, paham.
Ideologi yang semula berarti gagasan, ide, cita-cita itu berkembang menjadi suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang oleh seseorang atau sekelompok orang menjadi suatu pegangan hidup. Beberapa pengertian ideologi:         

  1. A.S.Hornby mengatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seorang atau sekelompok orang.
  2. Soerjono Soekanto menyatakan bahwasecara umum ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan, dan agama.
  3. Gunawan Setiardja merumuskan ideologi sebagai seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.
  4. Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideologi sebagai suatu sistem pemikiran yang dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan ideologi terbuka.

    Ideologitertutup, merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya: merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat; atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak. 
    Ideologiterbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional.
Fungsi utama ideologi dalam masyarakat menurut Ramlan Surbakti (1999) ada dua, yaitu: sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat, dan sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat.

           Pancasila sebagai ideologi mengandung nilai-nilai yang berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafat bangsa. Dengan demikian memenuhi syarat sebagai suatu ideologi terbuka.
Sumber semangat yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah terdapat dalam penjelasan UUD 1945: “terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah. caranya membuat, mengubah dan mencabutnya. Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas. 
           Makna Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila itu menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Dengan kata lain, visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan, yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan, dan yang ber-Keadilan.           
           Pancasila sebagai ideologi nasional selain berfungsi sebagai cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama, karena itu juga berfungsi sebagai sarana pemersatu masyarakat yang dapat memparsatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.

 

C. HUBUNGAN PANCASILA DENGAN BUDAYA

           Pancasila yang menjadi dasarnya Indonesia merdeka mengandung makna sebagai cita-cita bangsa Indonesia yang dicetuskan saat terlahirnya pada momentum Sumpah Pemuda.Cita-cita itu ialah terangkatnya harkat dan martabat hidup bangsa yang kemudian bertransformasi menjadi kemerdekaan Indonesia.Dan kemerdekaan Indonesia itu juga berbentuk suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Jadi kemerdekaan yang terwujud kemudian jika dan hanya jika Pancasila digunakan sebagai dasarnya.Sehingga Pancasila sebagai sifat bangsa (given) merupakan sumber dari segala sumber hukum bagi penetapan kebijakan dan pembangunan di NKRI. Dalam pembahasan panjang mengenai perumusan dasar Indonesia merdeka, para pendiri Republik ini melihat dampak jangka panjang akan adanya peradaban manusia yang dibangun sesuai kebenaran hukum Tuhan (sila pertama). Dan Pancasila ketika diyakini oleh bangsa Indonesiaakan menjadi suatu keyakinan yang standar dari keyakinan yang beraneka ragam. Hal ini bukan menjadikan Pancasila sebagai agama baru atau penyeragaman keyakinan dari keyakinan-keyakinan yang ada.Melainkan sebagai keyakinan objektif yang telah distandarkan oleh hukum Tuhan dan mengandung kebenaran universal dalam kehidupan bangsa Indonesia.

           Pancasila harus menstandarkan nilai budaya yang akan menghasilkan kepemimpinan sebagai standar nilai budaya. Karakter kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang paham akan sejarah bangsanya itu yang kemudian mampu memecahkan permasalahan berupa krisis multidimensi. Krisis multidimensi yang terjadi, berakar pada nilai budaya bangsa ini yang telah bergeser menjadi pola berpikir kekuasaan.Pergeseran itu disebabkan oleh ketidakpahaman bangsa ini terhadap sejarahnya. Sehingga bangsa ini tidak mengerti akan filosofi dan keilmuan Pancasila yang sangat berkaitan erat dengan sejarah. Akibatnya bangsa ini cenderung menggunakan filosofi-filosofi luar.Baik disadari maupun tidak disadari penggunaan itu membuat semakin memburuknya kehidupan berbangsa dan bernegara. Faktor-faktor yang menyebabkan semakin memburuknya kondisi saat ini antara lain :

  1. Kesalahan-kesalahan masa lalu yang belum terselesaikan. Memang tidak dapat dipungkiri sehebat-hebatnya founding fathers di zamannya tetap meninggalkan pekerjaan rumah yang bersifat masif dan semakin menyebar ke masalah-masalah lainnya. Kesalahan di dalam 1 ayat pada Konstitusi telah berakibat berubahnya tatanan kita yang seharusnya bangsa menjadi pondasi dan negara adalah bangunannya akhirnya justru terbalik menjadi negara yang menjadi pemegang kendali atas bangsanya. Hal ini menandakan bahwa pola kekuasaan mulai diterapkan di bangsa ini.
  2. Semakin dominannya pola kekuasaan di negeri ini menghasilkan peluang masuknya filosofi luar yang bertentangan dengan filosofi bangsa kita. Pada akhirnya filosofi-filosofi itulah yang kemudian menggerogoti budaya bangsa kita.
  3. Ditinggalkannya metode musyawarah mufakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Musyawarah mufakat yang identik dengan kepemimpinan saat ini tergantikan dengan demokrasi yang identik dengan kekuasaan.
  4. Perubahan konstitusi dari UUD 1945 menjadi UUD 2002. Adanya Konstitusi baru tersebut justru melegitimasi hal-hal yang bertentangan dengan Pancasila dan sejarah bangsa.
  5. Faktor ini adalah akumulasi dari faktor-faktor sebelumnya, yaitu terjadinya kebodohan dalam arti tidak pahamnya sebagian besar anak bangsa ini terhadap sejarah bangsanya dan filosofi Pancasila sebagai ilmu kehidupan di bangsa ini.

 

           Dampak yang luar biasa dari penyebab-penyebab diatas adalah jauhnya kehidupan bangsa ini dari Tuhannya.Dalam semua agama kita semua sama-sama mengetahui jika Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu sudah murka maka tidak ada manusia yang mampu menahan murka tersebut. Hal yang paling mungkin dilakukan oleh manusia adalah lekas memohon ampun dan bertobat untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Itulah alasan, kenapa kita wajib mempelajari sejarah?Karena dengan mempelajari sejarah kita mampu menarik pelajaran-pelajaran berharga dalam setiap peristiwa yang terjadi. Kita sebagai makhluk Tuhan harus meyakini bahwa sejarah merupakan ketetapan Tuhan yang hendak dijadikan hukum bagi generasi manusia yang akan datang.

           Dalam komparasi kadar keimanan generasi terdahulu dengan generasi saat ini jelas jauh berbeda. Generasi founding fathers sangat peka bila terjadi fenomena-fenomena berupa teguran dari Tuhan dan cepat untuk memperbaikinya. Dan setidaknya generasi itu masih melakukan musyawarah antara satu sama lain meskipun berbeda-beda paham dan dasar pemikiran.Akan tetapi generasi saat ini terlena dengan keadaan yang menutup datangnya peringatan tersebut.Terhitung sejak tahun 2004, pada saat pertama kali bangsa ini menggunakan pemilu secara langsung telah terjadi berbagai bencana dahsyat yang banyak memakan korban jiwa.Teguran itu dapat berupa bencana alam, bencana sosial, dan kecelakaan transportasi. Bahkan dalam hal bermusyawarah satu sama lain hampir tidak pernah dilakukan. Karena sebab dominannya pola berpikir kekuasaan, karakter bangsa ini cenderung bersikap subjektif, prejudice, dan saling melecehkan.Penghormatan kepada seseorang bukan lagi dinilai dari moral dan keilmuan, melainkan dengan memandang materi, jabatan, dan keturunan.

           Kondisi ini yang cepat atau lambat akan membawa bangsa ini pada kehancurannya (disintegrasi). Kita yang hidup di zaman ini akan menjadi generasi terlaknat bila tidak mampu menjaga titipan Tuhan dan warisan para pejuang kemerdekaan berupa bangsa dan negara yang lima sendi ini. Langkah-langkah penyelamatan harus cepat kita lakukan sebelum terlambat.Memang tidak semudah membalikan telapak tangan dalam menyelesaikan permasalahan yang luar biasa ini.Dan kita pun dituntut menjadi orang-orang yang luar biasa untuk menghadapi problematika ini.

           Suatu upaya yang dapat dilakukan agar Pancasila dapat kembali berfungsi dan menstandarkan nilai budaya yang menghasilkan kepemimpinan ialah dengan dua metode.Yaitu metode kebijakan dan pencerdasan kepada bangsa ini.

a)      Metode kebijakan (secara system) merupakan suatu pola untuk mengembalikan tatanan kita yang telah hancur dengan cara :

1) Mengembalikan Pancasila dan UUD1945 (yang asli) agar tatanan NKRI yang bangsa sebagai pondasi dan negara sebagai bangunan menjadi stabil.

2) Menjalankan musyawarah mufakat sebagai metode dalam menetapkan pemimpin yang berjenjang dari tingkatan terkecil hingga terbesar.

Dalam metode ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat telah m        engakarnya sistem UUD Amandemen (2002) dalam kehidupan bangsa Indonesia.

b)      Metode pencerdasan merupakan alternatif yang berpengaruh dalam upaya yang ditempuh pada metode kebijakan. Karena upaya pencerdasan merupakan strategi dalam membangun SDM yang memiliki karakter kepemimpinan. Orang-orang yang memiliki karakter kepemimpinan itu yang dapat mengembalikan tatanan NKRI. Langkah praksis dalam metode ini antara lain :

1) Memberikan pemahaman sejarah NKRI yang benar kepada setiap anak bangsa ini beserta peran dan fungsi Pancasila. Karena penstandaran nilai budaya akan cepat terwujud pada saat anak bangsa ini memahami sejarah.

2) Membangun pelatihan-pelatihan kepemimpinan kepada rakyat untuk membentuk karakter kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa.

           Dalam segala hasil seluruhnya kita kembalikan laga pada kehendak-Nya.Berdasarkan makna kepemimpinan yang senatiasa menyandarkan segala sesuatunya pada Kuasa-Nya maka kita tidak boleh menjadi orang-orang yang pesimis. Kita wajib meyakini bahwa tatanan itu akan kembali seperti semula. Dan Pancasila akan berjalan untuk menuntun bangsa ini pada terangkatnya harkat dan martabat hidupnya, serta mencapai peradaban besar di dunia

 

 

D. PANCASILA BERHUBUNGAN DENGAN ASPIRASI

           Aspirasi merupakan harapan dan tujuan untuk keberhasilan yang akan datang. Adapun beraspirasi diartikan bercita-cita, berkeinginan, berhasrat (KBBI). Pengertian rakyat adalah segenap penduduk suatu negara–sebagai imbangan pemerintah (KBBI).Untuk itu aspirasi rakyat menurut KBBI diartikan sebagai harapan dan tujuan segenap penduduk suatu negara untuk keberhasilan yang akan datang.

           Perlu ada kolaborasi yang kuat antara rakyat dengan keberadaan partai politik.Kehadiran partai politik semestinya menjadi kebahagiaan bagi rakyat, sebab dengan banyaknya partai politik peluang untuk menyalurkan harapan akan menjadi semakin mudah. Teori klasik dari Aristoteles menyatakan politik sebagai usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama sehingga lahirnya partai politik dapat menjadi acuan dalam menentukan langkah yang sejalan dengan harapan rakyat.

           Hanya saja,saat ini kepercayaan rakyat untuk berjalan bersama dengan partai politik tercoreng oleh beberapa perilaku pemain politik yang lupa akan tanggung jawabnya. Partai politik hanya menjadi kendaraan dalam berkuasa guna mencapai kepentingan pribadi tanpa memikirkan kepentingan rakyat. Membentuk kepercayaan rakyat terhadap parpol menjadi suatu rumusan masalah yang butuh kerja keras untuk menemukan solusinya.Namun langkah awal yang kemudian bisa mengubah persepsi rakyat adalah memberikan ruang pada rakyat, sebagai contoh berkunjung ke tempat-tempat yang butuh sentuhan, menggelar dialog terbuka, mendengar masukan dari rakyat. Sehingga terjalin komunikasi yang baik.

            Diera Demokrasi yang kita rasakan sekarang ini, kritik dan saran dari masyarakat, sangat dibutuhkan sekali. Guna tercapainya keadilan yang diinginkan. Tapi aspirasi tanpa partisipasi dari pemerintah, bagai berjalan ditengah hujan tanpa payung. Hal ini sangat perlu dilakukan komunikasi yang kongkrit antara pelaksana dan masyarakat.

           Memang betul tidak kurang dari 37 tahun dari sejarah perjalan bangsa yang sudah berusia hampir 60 tahun lebih, kita tidak bisa menyalurkan aspirasi-aspirasi kita kepada pemerintah. Pewadahan hukum atas pilar-pilar demokrasi juga tidaklah responsif karena selalu memberi peluang bagi terjadinya kooptasi negara dan tampilnya pemerintah yang otoriter. Yang umum disampaikan oleh masyarakat didalam penegakan hukum ialah masalah diperadilan. Seseorang yang merasa haknya dilanggar belum merasa aman untuk memintanya kembali penegakan haknya dihadapan suatu badan peradilan. Peristiwa-peristiwa seperti kipas-kipas uang didalam sidang peradilan dapat menakutkan seseorang untuk “berurusan” dengan peradilan.

           Apabila peristiwa ini dinaikkan keatas, tercerminlah suatu keadaan dimana para pelaku dalam suatu proses peradilan tidak sama kedudukannya dalam hukum. Ada pelaku yang kuat, dan ada pelaku yang lemah. Dalam komposisi yang seperti ini, jelas keadilan sukar dicapai.

Karena itu, sekarang kita mulai mendengarkan aspirasi dari masyarakat sehingga yang salah bisa teratasi, yang benar bisa ditegakkan. Disamping itu juga agar tidak terjadi kerancuan antara pemerintah dan masyarakat, maka pemerintah perlu melakukan beberapa hal. Yaitu :

1. Penyuluhan hukum yang teratur

2. Pemberian teladan yang baik dari petugas didalam hal kepatuhan terhadap hukum dan respek terhadap hukum

3. Pelembagaan yang terencana dan terarah

Sumber:

http://id.shvoong.com/society-and-news/opinion/2185780-arti-pentingnya-aspirasi-masyarakat/#ixzz2xZ1jH2w8

http://gagasanhukum.wordpress.com/2012/09/17/aspirasi-rakyat-dan-political-behavior/

http://sosbud.kompasiana.com/2013/08/16/pancasila-sebagai-acuan-dalam-standarisasi-budaya-nasional-indonesia-581689.html

http://soetirman.blogspot.com/2010/07/makalah-pendidikan-kewarganegaraan.html

http://ayurostika.blogspot.com/2012/09/makalah-negara-dan-agama.html

http://stiawangreenblack.blogspot.com/2012/07/meredefinisi-hubungan-agama-dan-negara.html

http://education.poztmo.com/2010/07/hubungan-agama-dan-negara.html

http://socialpolitic-article.blogspot.com/2009/03/hubungan-agama-dan-negara.html

http://artikelkomplit2011.blogspot.com/2012/07/hubungan-agama-dan-negara.html

 

RUANG LINGKUP KEWARGANEGARAN

Standar

Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Winarno (2006: 29-30) terdapat dalam Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a)      Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

b)      Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di satuan pendidikan nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

c)      Hak Asasi Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

d)     Kebutuhan Warga Negara, meliputi: hidup gotong-royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

e)      Konstitusi Negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

f)       Kekuasan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

g)      Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

h)      Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan ini merupakan suatu pembahasan secara formil dan matrial untuk mencapai sasaran berkaitan dengan warganegara yang baik, meliputi wawasan, sikap, dan prilaku warganegara dalam kesatuan bangsa dan negara.

 

  1. Hubungan Agama dan Negara

Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan (discoverese) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli. Berikut penulis menguraikan hubungan agama dan negara menurut beberapa paham.

1. Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi

Negara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini di jalankan berdasarkan firman-firman tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat bangsa, Negara di lakukan atas titah Tuhan.

2. Hubungan agama dan negara menurut paham sukuler

Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.       
3. Hubungan agama dengan kehidupan manusia

Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, agama merupakan keluhan makhluk tertindas.

Berbicara mengenai hubngan agama dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di kalangan beberapa ahli. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agama dan negara dapat digolongkan menjadi dua, diantaranya :

 

1.     Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik .

Maksud hubungan antagonis tikadalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antar negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalah
pada masa kemerdekaan dan sampai pada masa revolusi politik islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga presepsi tersebut membawa implikasi keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi politik Islam. Hal itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu ideologi yang memperebutka Negara Indonesia, yaitu gerakan Islam dan Nasionalis.

Gerakan Nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah kelompok belajar yang bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan belanda ini sangat berbakat dan merasa terkesan dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu pengetahuan agama sangat dangkal sehingga mahasiswa cenderung menganggap bahwa agama tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga untuk menuju kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan agama individu. Akibatnya, aktivis politik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik “minoritas” atau “outsider.”

Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Upaya untuk menciptakan sebuah sintesis yangmemungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir hingga periode kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencarikan jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik, formalistik dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagian aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada 1967-1987).

Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana negara betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau semangat yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan.

2.     Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif

Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah menyadari bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga Negara mengakomodasi islam. Jika islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI.

Sejak pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif. Hal ini ditandai dengan semakin dilonggarkannya wacana politik Islam serta dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian (besar) masyarakat Islam. Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas dan memiliki sifat yang berbeda diantaranya :

  • Struktura, yaitu dengan semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam untuk terintegrasikan ke dalam Negara.
  • Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif terhadap kepentingan Islam.
  • Infrastructural, yaitu dengan semakin tersedianya infrastruktur-infrastruktur yang diperlukan umat Islam dalam menjalankan “tugas-tugas” keagamaan.
  • Kultural, misalnya menyangkut akomodasi Negara terhadap islam yaitu menggunakan idiom-idiom perbendaharaan bahasa pranata ideologis maupun politik negara.

Melihat sejarah di masa orde baru, hubungan Soeharto dengan Islam politik mengalami dinamika dan pasang surut dari waktu ke waktu. Namun, harus diakui Pak Harto dan kebijakannya sangat berpengaruh dalam menentukan corak hubungan negara dan Islam politik di Indonesia.

Alasan Negara berakomodasi dengan Islam pertama, karena Islam merupakan kekuatan yang tidak dapat diabaikan jikaa hal ini dilakukan akan menumbulkan masalah politik yang cukup rumit. Kedua, di kalangan pemerintahan sendiri terdapat sejumlah figur yang tidak terlalu fobia terhadap Islam, bahkan mempunyai dasar keislaman yang sangat kuat sebagai akibat dari latar belakangnya. Ketiga, adanya perubahan persepsi, sikap, dan orientasi politik di kalangan Islam itu sendiri. Sedangkan alasan yang dikemukakan menurut Bachtiar, adalah selama dua puluh lima tahun terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi-sosial-ekonomi-politik yang berarti dan ditambah adanya transformasi pemikiran dan tingkah politik generasi baru Islam.

Hubungan Islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun menjadi akomodatif. Adanya sikap akomodatif ini muncul ketika umat Islam Indonesia ketika itu dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam masalah ideologi Pancasila.

Sesungguhnya sintesa yang memungkinkan antara Islam dan negara dapat diciptakan. Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang legalistik dan formalistik telah menyebabkan ketegangan antara Islam dan negara. Sementara itu, wacana intelektualisme dan aktivisme politik Islam yang substansialistik, sebagaimana dikembangkan oleh generasi baru Islam, merupakan modal dasar untuk membangun sebuah sintesa antara Islam dan negara.

Dikalangan cendikiawan muslim, polemic tentang hubungan antara agama dan negara masih terjadi perbedaan pendapat, di Indonesia, misalnya muncul dua pendapat atau pandangan yaitu pendapat atau pandangan Nurcholis Madjid dan H.M. Rasjidi. Nurcholis Madjid mengemukakan gagasan pembaharuan dan mengecam dengan keras konsep negara Islam sebagai berikut:

“Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep “negara Islam” adalah suatu distorsi hubungan proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang dimensinya adalah spritual dan pribadi”. Menurut Tahir Azhary pandangan Nurcholis ini jelas telah memisahkan antara kehidupan agama dan negara.       
           Seorang intelektual muslim terkemuka yaitu M. Rasjidi yang pernah menjabat Menteri Agama dan Duta Besar di Mesir dan Pakistan, serta Guru Besar Hukum Islam dan Lembaga-Lembaga Islam di Universitas Indonesia dengan sangat segan telah menulis suatu buku dengan judul Koreksi Terhadap Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi. Kritik H.M. Rasjidi terhadap pandangan Nurcholis dikutip oleh Muhammad Tahir Azhary yang berjudul Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa.

Dengan konklusi bahwa dalam batas tertentu, dalam Islam ada juga pemisahan antara negara dan agama, M.Thahir Azhary berpendapat baik Nurkholis Madjid maupun Mintaredja telah terjebak ke alam pikiran yang rancu, karena menurutnya, Islam dapat diartikan baik sebagai agama dalam arti sempit, maupun sebagai agama dalam arti yang luas. Dengan demikian menurut M, Tahir Azhary , konklusi Mintaredja sesungguhnya kontradiktif dengan jalan pikirannya sendiri. Kalau Islam dalam arti yang luas ia tafsirkan sebagai “Way of Life now in the earth and in the heaven after death”. Konsekuensi logis dari penafsiran itu seharusnya ialah Islam merupakan suatu totalitas yang komprehensif dan karena itu tidak mengenal pemisahan antara kehidupan agama dan negara.

Berdasarkan fakta otentik, jelas bahwa dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah Rasul kehidupan agama (dalam hal ini Islam) dengan kehidupan negara tidak mungkin dipisahkan. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Salah satu doktrin Al-Qur’an yang memperkuat pendirian ini adalah adanya ayat yang menyebutkan adanya kesatuan antara hubungan manusia dengan manusia yang terdapat dalam surat Ali Imran, ayat 112.

Ayat tersebut diperkuat lagi dengan firman Allah yang terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 58-59 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) menetapkan hubungan diantara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu sekalian.” (al-Nisa’ : 58-59).

 

Hubungan antara agama & Negara dalah tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.

Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.

Kehidupan manusia, dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas

Agama, secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah (terminology) menurutnya dalam masyarakat indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Pengertian agama yang dikutip sudah pasti tidak akan mendapatkan kesepakatan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya karena sebagaimana dikatakan, bahwa kita sulit sekali atau mustahil menjumpai definisi yang dapat diterima semua pihak

Negara, secara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Secara terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.

 

B. PANCASIL SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA 
           Istilah ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harafiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar, ide atau cita-cita. Cita-cita yang dimaksudkan adalah cita-cita yang tetap sifatnya dan harus dapat dicapai sehingga cita-cita itu sekaligus merupakan dasar, pandangan, paham.
Ideologi yang semula berarti gagasan, ide, cita-cita itu berkembang menjadi suatu paham mengenai seperangkat nilai atau pemikiran yang oleh seseorang atau sekelompok orang menjadi suatu pegangan hidup. Beberapa pengertian ideologi:         

  1. A.S.Hornby mengatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seorang atau sekelompok orang.
  2. Soerjono Soekanto menyatakan bahwasecara umum ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan, dan agama.
  3. Gunawan Setiardja merumuskan ideologi sebagai seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.
  4. Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideologi sebagai suatu sistem pemikiran yang dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan ideologi terbuka.

    Ideologitertutup, merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya: merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat; atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak. 
    Ideologiterbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional.
Fungsi utama ideologi dalam masyarakat menurut Ramlan Surbakti (1999) ada dua, yaitu: sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat, dan sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat.

           Pancasila sebagai ideologi mengandung nilai-nilai yang berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafat bangsa. Dengan demikian memenuhi syarat sebagai suatu ideologi terbuka.
Sumber semangat yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah terdapat dalam penjelasan UUD 1945: “terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah. caranya membuat, mengubah dan mencabutnya. Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas. 
           Makna Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila itu menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Dengan kata lain, visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan, yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan, dan yang ber-Keadilan.           
           Pancasila sebagai ideologi nasional selain berfungsi sebagai cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama, karena itu juga berfungsi sebagai sarana pemersatu masyarakat yang dapat memparsatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.

 

C. HUBUNGAN PANCASILA DENGAN BUDAYA

           Pancasila yang menjadi dasarnya Indonesia merdeka mengandung makna sebagai cita-cita bangsa Indonesia yang dicetuskan saat terlahirnya pada momentum Sumpah Pemuda.Cita-cita itu ialah terangkatnya harkat dan martabat hidup bangsa yang kemudian bertransformasi menjadi kemerdekaan Indonesia.Dan kemerdekaan Indonesia itu juga berbentuk suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Jadi kemerdekaan yang terwujud kemudian jika dan hanya jika Pancasila digunakan sebagai dasarnya.Sehingga Pancasila sebagai sifat bangsa (given) merupakan sumber dari segala sumber hukum bagi penetapan kebijakan dan pembangunan di NKRI. Dalam pembahasan panjang mengenai perumusan dasar Indonesia merdeka, para pendiri Republik ini melihat dampak jangka panjang akan adanya peradaban manusia yang dibangun sesuai kebenaran hukum Tuhan (sila pertama). Dan Pancasila ketika diyakini oleh bangsa Indonesiaakan menjadi suatu keyakinan yang standar dari keyakinan yang beraneka ragam. Hal ini bukan menjadikan Pancasila sebagai agama baru atau penyeragaman keyakinan dari keyakinan-keyakinan yang ada.Melainkan sebagai keyakinan objektif yang telah distandarkan oleh hukum Tuhan dan mengandung kebenaran universal dalam kehidupan bangsa Indonesia.

           Pancasila harus menstandarkan nilai budaya yang akan menghasilkan kepemimpinan sebagai standar nilai budaya. Karakter kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang paham akan sejarah bangsanya itu yang kemudian mampu memecahkan permasalahan berupa krisis multidimensi. Krisis multidimensi yang terjadi, berakar pada nilai budaya bangsa ini yang telah bergeser menjadi pola berpikir kekuasaan.Pergeseran itu disebabkan oleh ketidakpahaman bangsa ini terhadap sejarahnya. Sehingga bangsa ini tidak mengerti akan filosofi dan keilmuan Pancasila yang sangat berkaitan erat dengan sejarah. Akibatnya bangsa ini cenderung menggunakan filosofi-filosofi luar.Baik disadari maupun tidak disadari penggunaan itu membuat semakin memburuknya kehidupan berbangsa dan bernegara. Faktor-faktor yang menyebabkan semakin memburuknya kondisi saat ini antara lain :

  1. Kesalahan-kesalahan masa lalu yang belum terselesaikan. Memang tidak dapat dipungkiri sehebat-hebatnya founding fathers di zamannya tetap meninggalkan pekerjaan rumah yang bersifat masif dan semakin menyebar ke masalah-masalah lainnya. Kesalahan di dalam 1 ayat pada Konstitusi telah berakibat berubahnya tatanan kita yang seharusnya bangsa menjadi pondasi dan negara adalah bangunannya akhirnya justru terbalik menjadi negara yang menjadi pemegang kendali atas bangsanya. Hal ini menandakan bahwa pola kekuasaan mulai diterapkan di bangsa ini.
  2. Semakin dominannya pola kekuasaan di negeri ini menghasilkan peluang masuknya filosofi luar yang bertentangan dengan filosofi bangsa kita. Pada akhirnya filosofi-filosofi itulah yang kemudian menggerogoti budaya bangsa kita.
  3. Ditinggalkannya metode musyawarah mufakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Musyawarah mufakat yang identik dengan kepemimpinan saat ini tergantikan dengan demokrasi yang identik dengan kekuasaan.
  4. Perubahan konstitusi dari UUD 1945 menjadi UUD 2002. Adanya Konstitusi baru tersebut justru melegitimasi hal-hal yang bertentangan dengan Pancasila dan sejarah bangsa.
  5. Faktor ini adalah akumulasi dari faktor-faktor sebelumnya, yaitu terjadinya kebodohan dalam arti tidak pahamnya sebagian besar anak bangsa ini terhadap sejarah bangsanya dan filosofi Pancasila sebagai ilmu kehidupan di bangsa ini.

 

           Dampak yang luar biasa dari penyebab-penyebab diatas adalah jauhnya kehidupan bangsa ini dari Tuhannya.Dalam semua agama kita semua sama-sama mengetahui jika Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu sudah murka maka tidak ada manusia yang mampu menahan murka tersebut. Hal yang paling mungkin dilakukan oleh manusia adalah lekas memohon ampun dan bertobat untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Itulah alasan, kenapa kita wajib mempelajari sejarah?Karena dengan mempelajari sejarah kita mampu menarik pelajaran-pelajaran berharga dalam setiap peristiwa yang terjadi. Kita sebagai makhluk Tuhan harus meyakini bahwa sejarah merupakan ketetapan Tuhan yang hendak dijadikan hukum bagi generasi manusia yang akan datang.

           Dalam komparasi kadar keimanan generasi terdahulu dengan generasi saat ini jelas jauh berbeda. Generasi founding fathers sangat peka bila terjadi fenomena-fenomena berupa teguran dari Tuhan dan cepat untuk memperbaikinya. Dan setidaknya generasi itu masih melakukan musyawarah antara satu sama lain meskipun berbeda-beda paham dan dasar pemikiran.Akan tetapi generasi saat ini terlena dengan keadaan yang menutup datangnya peringatan tersebut.Terhitung sejak tahun 2004, pada saat pertama kali bangsa ini menggunakan pemilu secara langsung telah terjadi berbagai bencana dahsyat yang banyak memakan korban jiwa.Teguran itu dapat berupa bencana alam, bencana sosial, dan kecelakaan transportasi. Bahkan dalam hal bermusyawarah satu sama lain hampir tidak pernah dilakukan. Karena sebab dominannya pola berpikir kekuasaan, karakter bangsa ini cenderung bersikap subjektif, prejudice, dan saling melecehkan.Penghormatan kepada seseorang bukan lagi dinilai dari moral dan keilmuan, melainkan dengan memandang materi, jabatan, dan keturunan.

           Kondisi ini yang cepat atau lambat akan membawa bangsa ini pada kehancurannya (disintegrasi). Kita yang hidup di zaman ini akan menjadi generasi terlaknat bila tidak mampu menjaga titipan Tuhan dan warisan para pejuang kemerdekaan berupa bangsa dan negara yang lima sendi ini. Langkah-langkah penyelamatan harus cepat kita lakukan sebelum terlambat.Memang tidak semudah membalikan telapak tangan dalam menyelesaikan permasalahan yang luar biasa ini.Dan kita pun dituntut menjadi orang-orang yang luar biasa untuk menghadapi problematika ini.

           Suatu upaya yang dapat dilakukan agar Pancasila dapat kembali berfungsi dan menstandarkan nilai budaya yang menghasilkan kepemimpinan ialah dengan dua metode.Yaitu metode kebijakan dan pencerdasan kepada bangsa ini.

a)      Metode kebijakan (secara system) merupakan suatu pola untuk mengembalikan tatanan kita yang telah hancur dengan cara :

1) Mengembalikan Pancasila dan UUD1945 (yang asli) agar tatanan NKRI yang bangsa sebagai pondasi dan negara sebagai bangunan menjadi stabil.

2) Menjalankan musyawarah mufakat sebagai metode dalam menetapkan pemimpin yang berjenjang dari tingkatan terkecil hingga terbesar.

Dalam metode ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat telah m        engakarnya sistem UUD Amandemen (2002) dalam kehidupan bangsa Indonesia.

b)      Metode pencerdasan merupakan alternatif yang berpengaruh dalam upaya yang ditempuh pada metode kebijakan. Karena upaya pencerdasan merupakan strategi dalam membangun SDM yang memiliki karakter kepemimpinan. Orang-orang yang memiliki karakter kepemimpinan itu yang dapat mengembalikan tatanan NKRI. Langkah praksis dalam metode ini antara lain :

1) Memberikan pemahaman sejarah NKRI yang benar kepada setiap anak bangsa ini beserta peran dan fungsi Pancasila. Karena penstandaran nilai budaya akan cepat terwujud pada saat anak bangsa ini memahami sejarah.

2) Membangun pelatihan-pelatihan kepemimpinan kepada rakyat untuk membentuk karakter kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa.

           Dalam segala hasil seluruhnya kita kembalikan laga pada kehendak-Nya.Berdasarkan makna kepemimpinan yang senatiasa menyandarkan segala sesuatunya pada Kuasa-Nya maka kita tidak boleh menjadi orang-orang yang pesimis. Kita wajib meyakini bahwa tatanan itu akan kembali seperti semula. Dan Pancasila akan berjalan untuk menuntun bangsa ini pada terangkatnya harkat dan martabat hidupnya, serta mencapai peradaban besar di dunia

 

 

D. PANCASILA BERHUBUNGAN DENGAN ASPIRASI

           Aspirasi merupakan harapan dan tujuan untuk keberhasilan yang akan datang. Adapun beraspirasi diartikan bercita-cita, berkeinginan, berhasrat (KBBI). Pengertian rakyat adalah segenap penduduk suatu negara–sebagai imbangan pemerintah (KBBI).Untuk itu aspirasi rakyat menurut KBBI diartikan sebagai harapan dan tujuan segenap penduduk suatu negara untuk keberhasilan yang akan datang.

           Perlu ada kolaborasi yang kuat antara rakyat dengan keberadaan partai politik.Kehadiran partai politik semestinya menjadi kebahagiaan bagi rakyat, sebab dengan banyaknya partai politik peluang untuk menyalurkan harapan akan menjadi semakin mudah. Teori klasik dari Aristoteles menyatakan politik sebagai usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama sehingga lahirnya partai politik dapat menjadi acuan dalam menentukan langkah yang sejalan dengan harapan rakyat.

           Hanya saja,saat ini kepercayaan rakyat untuk berjalan bersama dengan partai politik tercoreng oleh beberapa perilaku pemain politik yang lupa akan tanggung jawabnya. Partai politik hanya menjadi kendaraan dalam berkuasa guna mencapai kepentingan pribadi tanpa memikirkan kepentingan rakyat. Membentuk kepercayaan rakyat terhadap parpol menjadi suatu rumusan masalah yang butuh kerja keras untuk menemukan solusinya.Namun langkah awal yang kemudian bisa mengubah persepsi rakyat adalah memberikan ruang pada rakyat, sebagai contoh berkunjung ke tempat-tempat yang butuh sentuhan, menggelar dialog terbuka, mendengar masukan dari rakyat. Sehingga terjalin komunikasi yang baik.

            Diera Demokrasi yang kita rasakan sekarang ini, kritik dan saran dari masyarakat, sangat dibutuhkan sekali. Guna tercapainya keadilan yang diinginkan. Tapi aspirasi tanpa partisipasi dari pemerintah, bagai berjalan ditengah hujan tanpa payung. Hal ini sangat perlu dilakukan komunikasi yang kongkrit antara pelaksana dan masyarakat.

           Memang betul tidak kurang dari 37 tahun dari sejarah perjalan bangsa yang sudah berusia hampir 60 tahun lebih, kita tidak bisa menyalurkan aspirasi-aspirasi kita kepada pemerintah. Pewadahan hukum atas pilar-pilar demokrasi juga tidaklah responsif karena selalu memberi peluang bagi terjadinya kooptasi negara dan tampilnya pemerintah yang otoriter. Yang umum disampaikan oleh masyarakat didalam penegakan hukum ialah masalah diperadilan. Seseorang yang merasa haknya dilanggar belum merasa aman untuk memintanya kembali penegakan haknya dihadapan suatu badan peradilan. Peristiwa-peristiwa seperti kipas-kipas uang didalam sidang peradilan dapat menakutkan seseorang untuk “berurusan” dengan peradilan.

           Apabila peristiwa ini dinaikkan keatas, tercerminlah suatu keadaan dimana para pelaku dalam suatu proses peradilan tidak sama kedudukannya dalam hukum. Ada pelaku yang kuat, dan ada pelaku yang lemah. Dalam komposisi yang seperti ini, jelas keadilan sukar dicapai.

Karena itu, sekarang kita mulai mendengarkan aspirasi dari masyarakat sehingga yang salah bisa teratasi, yang benar bisa ditegakkan. Disamping itu juga agar tidak terjadi kerancuan antara pemerintah dan masyarakat, maka pemerintah perlu melakukan beberapa hal. Yaitu :

1. Penyuluhan hukum yang teratur

2. Pemberian teladan yang baik dari petugas didalam hal kepatuhan terhadap hukum dan respek terhadap hukum

3. Pelembagaan yang terencana dan terarah

Sumber:

http://id.shvoong.com/society-and-news/opinion/2185780-arti-pentingnya-aspirasi-masyarakat/#ixzz2xZ1jH2w8

http://gagasanhukum.wordpress.com/2012/09/17/aspirasi-rakyat-dan-political-behavior/

http://sosbud.kompasiana.com/2013/08/16/pancasila-sebagai-acuan-dalam-standarisasi-budaya-nasional-indonesia-581689.html

http://soetirman.blogspot.com/2010/07/makalah-pendidikan-kewarganegaraan.html

http://ayurostika.blogspot.com/2012/09/makalah-negara-dan-agama.html

http://stiawangreenblack.blogspot.com/2012/07/meredefinisi-hubungan-agama-dan-negara.html

http://education.poztmo.com/2010/07/hubungan-agama-dan-negara.html

http://socialpolitic-article.blogspot.com/2009/03/hubungan-agama-dan-negara.html

http://artikelkomplit2011.blogspot.com/2012/07/hubungan-agama-dan-negara.html

 

Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara

Standar

            Setiap negara pasti mempunyai pondasi/pilar/dasar-dasar negara, begitu halnya juga dengan negara Indonesia, negara Indonesia mempunyai pilar-pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak hanya satu tetapi 4 pilar. Konsep ini digagas oleh alm Taufik Kiemas, beliau menggagas konsep ini mengingat  empat pilar ini adalah mutlak dan tidak bisa dipisahkan dalam menjaga dan membangun keutuhan bangsa. Seperti halnya sebuah bangunan dimana untuk membuat bangunan tersebut menjadi kokoh dan kuat, dibutuhkan pilar-pilar atau penyangga agar bangunan tersebut dapat berdiri dengan kokoh dan kuat, begitu halnya juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Lalu apa saja macam-macam 4 pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara:

 

1. PANCASILA

            Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

            Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

 

Sejarah Perumusan Pancasila

            Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu :

· Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di IndonesiaMohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.

· Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila“. Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu, katanya:

Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.

 

Makna Nilai dalam Pancasila

a) Nilai Ketuhanan

            Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.

b) Nilai Kemanusiaan

            Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.

c) Nilai Persatuan

            Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia

d) Nilai Kerakyatan 
            Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.

e) Nilai Keadilan

            Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. 

 

            Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.

 

Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :

 

2. UDANG-UNDANG DASAR 1945

            Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD ‘45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 19992002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

Tujuan, Pokok, Fungsi UUD1945 :

• Landasan Konstitusional atas landasan ideal yaitu Pancasila

• Alat pengendalian sosial (a tool of social control)

• Alat untuk mengubah masyarakat ( a tool of social engineering)

• Alat ketertiban dan pengaturan masyarakat.

• Sarana mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.

• Sarana penggerak pembangunan.

• Fungsi kritis dalam hukum.

• Fungsi pengayoman

• Alat politik.

 

3. BHINNEKA TUNGGAL IKA

            Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

            Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitarabad ke-14. Kakawin ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.

Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:

Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,

Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Terjemahan:

Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.

Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?

Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal

Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

 

4. NKRI

            NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), adalah bentuk dari negara Indonesia, dimana negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan, selain itu juga bentuk negaranya adalah republik, kenapa NKRI, karena walaupun negara Indonesia terdiri dari banyak pulau, tetapi tetap merupakan suatu kesatuan dalam sebuah negara dan bangsa yang bernama Indonesia.

Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

            Apabila ditinjau dari sudut Hukum Tata Negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna sebagai negara, mengingat saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya negara. Untuk itu PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya negara yaitu berupa pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara. Disamping itu PPKI juga telah menetapkan UUD 1945, dasar negara dan tujuan negara.

            Para pendiri bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk negara kesatuan karena bentuk negara kesatuan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujudkan paham negara integralistik (persatuan) yaitu negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan negara mengutamakan kepentingan umum.

            Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan (nasionalisme) oleh bangsa Indonesia yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tampah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosil.

 

TUJUAN NKRI :

            Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdapat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

            Dari rumusan tersebut, tersirat adanya tujuan nasional/Negara yang ingin dicapai sekaligus merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Negara, yaitu:

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;

2. Memajukan kesejahteraan umum;

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;

4. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.

           

 

Cara Menjaga 4 Pilar Kebangsaan

Ada empat pendekatan untuk menjaga empat pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat pendekatan tersebut yaitu pendekatan kultural, edukatif, hukum, dan struktural, dibutuhkan karena saat ini pemahaman generasi muda terhadap 4 pilar kebangsaan menipis.

  1. Pendekatan kultural adalah dengan memperkenalkan lebih mendalam tentang budaya dan kearifan lokal kepada generasi muda. Hal ini dibutuhkan agar pembangunan oleh generasi muda di masa depan tetap mengedepankan norma dan budaya bangsa. Pembangunan yang tepat, harus memperhatikan potensi dan kekayaan budaya suatu daerah tanpa menghilangkan adat istiadat yang berlaku. Generasi muda saat ini adalah calon pemimpin bangsa, harus paham norma dan budaya leluhurnya. Sehingga di masa depan tidak hanya asal membangun infrasturktur modern, tetapi juga menyejahterakan masyarakat.
  2. Pendekatan edukatif perlu karena saat ini sangat marak aksi kriminal yang dilakukan generasi muda, seperti tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan. Kebanyakan aksi tersebut terjadi saat remaja berada di luar sekolah maupun di luar rumah. Oleh sebab itu perlu ada pendidikan di antara kedua lembaga ini. Di rumah kelakuannya baik, di sekolah juga baik. Namun ketika di antara dua tempat tersebut, kadang remaja berbuat hal negatif. Ini yang sangat disayangkan. Orangtua harus mencarikan wadah yang tepat bagi anaknya untuk memaknai empat pilar kebangsaan semisal lewat kegiatan di Pramuka.
  3. Pendekatan hukum adalah segala tindakan kekerasan dalam bentuk apapun harus ditindak dengan tegas, termasuk aksi tawuran remaja yang terjadi belakangan. Norma hukum harus ditegakkan agar berfungsi secara efektif sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku kriminal sekaligus menjadi pelajaran bagi orang lain.
  4. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan struktural. Keempat pilar ini perlu terus diingatkan oleh pejabat di seluruh tingkat. Mulai dari Ketua Rukun Tetangga, Rukun Warga, kepala desa, camat, lurah sampai bupati/wali kota hingga gubernur.

 

Salah satu solusi menjawab krisis moral yang terjadi di Indonesia adalah melalui penguatan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan ini memperkokoh karakter bangsa dimana warga negara dituntut lebih mandiri, tanggung jawab, dan mampu menghadapi era globalisasi melalui transmisi empat pilar.

Fungsi Pancasila adalah sebagai petunjuk aktivitas hidup di segala bidang yang dilakukan warga negara Indonesia. Kelakuan tersebut harus berlandaskan sila-sila yang terdapat di Pancasila. Sedangkan UUD 1945 merupakan konstitusi negara yang mengatur kewenangan tugas dan hubungan antar lembaga negara. Hal ini menjiwai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan sadar segenap warga bangsa untuk mempersatukan wilayah nusantara. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika melengkapi ketiga hal tersebut karena mengakui realitas bangsa Indonesia yang majemuk namun selalu mencita-citakan persatuan dan kesatuan

 

Peran Mahasiswa dalam Mensosialisasikan 4 Pilar Kebangsaan

Pemuda merupakan salah satu penentu kemajuan suatu bangsa dan negara, karena dari pemudalah lahir calon – calon pemimpin baru dimasa yang akan datang. , jika generasi muda pada saat ini pandai untuk mengeluarkan/mengelola potensi-potensi yang ada dalam diri mereka masing-masing serta menjaga sumber daya alam dan kekayaan alam yang kita miliki saat ini, pasti Indonesia akan maju. Karakter yang unggul sangatlah perlu di tanamkan dalam diri para generasi muda sebab karakter merupakan akar sekaligus cerminan dari budaya sebuah bangsa. Pemuda harus memiliki karakter yang unggul dan juga harus didampingi oleh 4 pilar kebangsaan agar bangsa kita menjadi lebih baik daripada sebelumnya dengan memperoleh negara yang maju dan masa depan bangsa yang lebih cerah. Memperkuat karakter pemuda bangsa Indonesia diawali dengan perwujudan 4 pilar kebangsaan Indonesia, yaitu:

  1. Mengamalkan Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
  2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai Landasan Hukum Untuk Mengembangkan Kemampuan dan Membentuk Watak Serta Peradaban Bangsa yang Bermartabat, dalam Rangka Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.
  3. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai kesatuan bangsa Melalui Satu Sistem Pendidikan Nasional Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang pada akhirnya dapat mewujudkan sikap dan perilaku Bela Negara yang dilandasi Wawasan Kebangsaan.
  4. Bhineka Tunggal Ika untuk Mewujudkannya  Kehidupan Bermasyarakat, berbangsa dan Bernegara Di dalam kehidupan berbangsa disekeliling kita terdapat agama, suku, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air.

Bentuk nyata yang bisa dilakukan mahasiswa untuk mensosialisasikan 4 pilar kebangsaan, yaitu :

1)      Mengadakan seminar-seminar tingkat mahasiswa untuk menyadarkan seluruh mahasiwa begitu pentingnya 4 pilar kebangsaan.

2)      Mengadakan sosialisasi ke tiap warga-warga terdekat.

3)      Mengadakan forum mahasiswa Se-Indonesia untuk bekerjasama memperkuat 4 pilar kebangsaan.

4)      Memasangkan sepanduk, poster yang berhubungan dengan 4 pilar kebangsaan

           

            Demikian empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang semestinya harus kita jaga, pahami, hayati dan laksanakan dalam pranata kehidupan sehari-hari. Pancasila yang menjadi sumber nilai menjadi idealogi, UUD 45 sebagai aturan yang semestinya ditaati dan NKRI adalah harga mati, serta Bhineka Tunggal Ika adalah perekat semua rakyat. Terutama bagi penyelenggaran Negara agar dapat menjadi contoh dan teladan bagi rakyatnya, maka dalam bingkai 4 pilar tersebut yakinlah tujuan yang dicita-citakan bangsa ini akan terwujud.

 

 

Daftar Pustaka :

http://politik.kompasiana.com/2013/06/12/empat-pilar-berbangsa-dan-bernegara-568227.html

http://esoeroto.blogspot.com/2013/06/apa-itu-empat-pilar-kebangsaan.html

http://febisetiadi.blogspot.com/2013/12/makna-dan-isi-dari-4-pilar-kebangsaan.html

NATION-STATE DAN STATE-NATION

Standar

            Sebelum membahas mengenai apa sih perbedaan antara Nation-State dan State-Nation maka disini saya akan sedikit memberikan informasi mengenai pengertian Nation (Bangsa) dan State (Negara) yang saya dapatkan dari beberapa sumber, berikut ini adalah penjelasan mengenai Nation dan State :                       

A. Nation (Bangsa)   
            Bangsa dari bahasa latin Nasci yang berarti dilahirkan, adalah fenomena kompleks yang dibentuk oleh kumpulan dari budaya, politik dan faktor psikologi. 
            Secara budaya : Bangsa adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai bahasa umum, agama , sejarah, tradisi. Bagaimanapun tidak ada perencanaan obsektif untuk bangsa karena semua bangsa menunjukan derajat dari keragaman budaya yang ada. 
            Secara politik : Bangsa adalah kumpulan orang yang menganggap dirinya sebagai komunitas politik alami walaupun secara klasik dijelaskan dalam bentuk keinginan untuk mendirikan atau menegakkan kenegaraan juga mengambil bentuk dari kesadaran warganegara.       
            Secara psikologi : Bangsa berarti kumpulan dari perbedaan orang melalui sebuah bagian kesetiaan atau cinta dalam bentuk patriotisme. Meskipun begitu, sebagai sebuah alat pelengkap bukan sebuah kondisi yang dibutuhkan pada keanggotaan dari bangsa, walaupun mereka yang mengurangi harga diri mungkin masih diakui bahwa mereka kepunyaan bangsa.     

B. State (Negara)      
            Negara secara sempit diartikan sebagai sebuah asosiasi politik yang menetapkan yuridikasi yang berkuasa dalam menentukan batas teritorial dan mempraktekkan melalui otoritas sebuah kumpulan institusi permanen. Dimana negara memungkinkan untuk mengidentifikasikan 5 kunci dari negara, yaitu :        

  1. Kekuasaan yang absolut dan tidak terbatas, berdiri diatas semua asosiasi lainnya dalam kumpulan masyarakat. Thomas Hobbes memandang negara sebagai “Leviathan” sebuah monster raksasa.
  2. Institusi negara merupakan kenyataan publik bukan institusi pribadi dari masyarkat sipil, tubuh negara adalah tanggung jawab untuk membuat keputusan bersama dalam masyarakat.
  3. Negara adalah sebuah praktik legitimasi yang tujuannya biasanya diterima sebagai pengikat pada masyarakat.    
  4. Negara adalah alat dalam dominasi memproses kekuatan inti untuk menjamin hukum yang dipatuhi dan orang yang melanggar peraturan tersebut dihukum. Max Weber (1864-1920) mengutip, negara mempunyai monopoli dari pengertian “kekerasan legitimasi”.
  5. Negara adalah asosiasi teritorial praktek yuridikasi dalam menentukan batas geografi dan dalam politik internasional dijalankan sebagai wujud mandiri.            

            Nation-state adalah terbentuknya sebuah negara yang didahului dengan adanya bangsa. Jadi, dalam konsep nation-state, bangsa telah terbentuk sebelum adanya pernyataan berdirinya sebuah negara. Salah satu contoh negara yang termasuk dalam nation-state adalah Indonesia. Masyarakat Indonesia mengakui sebagai satu-kesatuan sebuah bangsa sebelum Indonesia meraih kemerdekaan, yaitu pada tahun 1908 dengan adanya peristiwa Budi Utomo yang mengacu terhadap pendidian dan persatuan bangsa Indonesia, setelah itu pada peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 yang lebih memfokuskan akan persatuan bangsa Indonesia. Barulah setelah adanya pengakuan mengenai kesatuan bangsa, seluruh lapisan rakyat Indonesia mengupayakan bebas dari penjajah dan akhirnya dapat meraih kemerdekaan pada tahun 1945 sehingga dapat dikatakan sebagi negara seutuhnya.

 

            State-nation merupakan terbentuknya satu-kesatuan bangsa setelah adanya pengakuan kedaulatan suatu wilayah sebagai negara merdeka (berdaulat) dan merupakan Negara yang bias digabung atau di pecah.

Ada dua pandangan dari bangsa-negara :

  1. Untuk Liberal dan sosialis : Bnagsa-Negara adalah kebiasaab dari keetiaan rakyat dan kesetiaan.
  2. Untuk Konserfatif dan nasionalis : Bangsa-Negara menurut etnik dan kesatuan organik.

 

            Contoh dari negara yang berbentuk state-nation adalah Amerika Serikat. Berbagai macam suku bangsa yang ada di wilayah Amerika Serikat akhirnya dapat mengakui sebagai satu-kesatuan setelah adanya pernyataan terbentuknya negara Amerika Serikat. Dan contoh keduanya yaitu Negara Chekoslovakia yang tadinya merupakan satu Negara dan saat ini Negara itu di pecah menjadi 2 yaitu : Negara Cheko dan Negara Slovakia.

 

Daftar Pustaka :

http://geography.about.com/cs/politicalgeog/a/statenation.htm
http://johnpaulmanik.blogspot.com/2010/01/governmentgovernance-statenationnation.html

Budiajo,miriam.2008.Dasar-dasar ilmu politik-edisi revisi.Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama

Halliday, Fred.1997.“Nationalism” in Baylis, John & Smith, Steve (eds.), The Globalization of World Politics, 2nd edition, Oxford University Press. pp. 440-455

Knutsen, Torbjorn L.1997. A History of International Relations Theory, Manchester University Press, [pp. 179-201]

Miscevic, Nenad.2001.Nationalism and Beyond, CEU Press, [pp. 3-38]

Surbakti, Ramlan.2010.Memahami Ilmu Politik.Jakarta:Grasindo