HAK DISKRIMINASI PEREMPUAN

Standar

Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang perempuan terkadang mendapatkan diskriminasi dan anggapan sebelah mata atas dirinya. Diskriminasi dapat terjadi baik dalam kehidupan pekerjaan, keluarga (antara suami dan istri), hingga kehidupan yang dilaluinya dalam masyarakat. Dengan adanya diskriminasi inilah maka kemudian banyak pihak terutama perempuan sendiri menyadari pentingnya mengangkat isu hak perempuan sebagai salah satu jenis hak asasi manusia yang harus dapat diakui dan dijamin perlindungannya. Adanya kesadaran ini maka kemudian perlu diketahui terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud dengan hak asasi perempuan.

Hak asasi perempuan, adalah hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum hak asasi manusia dapat ditemui pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang hak asasi manusia Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa pengaturan mengenai pengakuan atas hak seorang perempuan terdapat dalam berbagai sistem hukum tentang hak asasi manusia. System hukum tentang hak asasi manusia yang dimaksud adalah system hukum hak asasi manusia baik yang terdapat dalam ranah internasional maupun nasional. Khusus mengenai hak-hak perempuan yang terdapat dalam system hukum tentang hak asasi manusia dapat ditemukan baik secara eksplisit maupun implisit. Dengan penggunaan kata-kata yang umum terkadang membuat pengaturan tersebut menjadi berlaku pula untuk kepentingan perempuan. Dalam hal ini dapat dijadikan dasar sebagai perlindungan dan pengakuan atas hak-hak perempuan. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).

Dengan ratifikasi Konvensi Wanita tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin (laki–laki – perempuan) harus dihapus. Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh wanita dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula dunia politik bukanlah milik pria maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan. Dengan demikian terjadi perbedaan penghargaan terhadap pria dan wanita, bukan karena jenis kelaminnya tetapi karena perbedaan pada prestasi. Kita harus menyadari bahwa pembangunan suatu negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian menghendaki partisipasi maksimal kaum wanita atas dasar persamaan dengan kaum pria. Kita tidak dapat menyangkal besarnya sumbangan wanita terhadap kesejahteraan keluarga dan membesarkan anak . Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian tanggung jawab antara pria dan wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan dasar diskriminasi.

Adanya kasus-kasus penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Perempuan (TKW) dari Indonesia di negara-negara tujuan telah menunjukkan adanya pelanggaran hak-hak perempuan sebagai salah satu bagian dari hak asasi manusia. Kasus-kasus penganiayaan terhadap TKW Indonesia telah terjadi sejak dulu. Pada tahun 2007, TKW asal Desa Ngrangkah Pawon, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, Jatim, Endah Sugiarti (24) disiram air keras oleh majikannya di Hongkong. Selain itu terdapat pula kasus-kasus penganiayaan lain yang terjadi dan dialami oleh para TKW khususnya di Arab Saudi. Jumlah kasus penganiayaan terhadap TKW di Arab Saudi tertinggi di seluruh negara penempatan TKI. Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, sepanjang Januari-Juni 2007 saja tercatat 118 kasus. 20 kali lipat lebih tinggi bila dibandingkan kasus serupa di Malaysia yang hanya 6 kasus. Selain penganiayaan, juga tercatat 118 kasus pelecehan seksual. Padahal di negara-negara Asia Pasifik seperti Malaysia, Hongkong, Singapura dan Taiwan jumlah kasus pelecehan seksual hanya 9.Bahkan jumlah kasus pemutusan hubungan kerja secara sepihak di negara itu mencapai 1.127 kasus. Dua kali lipat dibandingkan kasus yang terjadi di seluruh negara Asia Pasifik.

Salah satu kasus penganiayaan terhadap TKW yang baru-baru ini terjadi adalah kasus penganiayaan terhadap Siti Hajar. TKW asal Garut, Jawa Barat akhir-akhir ini ramai diperbincangkan terkait penyiksaan terhadap dirinya oleh majikannya di malaysia. Kasus Siti hajar ini bukanlah yang pertama yang diterima oleh para TKW Indonesia di Malaysia, sebelumnya sudah banyak kasus-kasus yang seperti ini. Kali ini Kasus Siti hajar yang menyita banyak perhatian masyarakat.Betapa kejamnya warga negara malaysia dan tak henti-hentinya membuat masalah dengan negara ini. Siti Hajar mengalami penyiksaan berat oleh majikannya Hau Yuang Tyng alias Michele. Selama bekerja 34 bulan di rumah majikannya, Siti juga tidak pernah mendapatkan gaji. Karena tak tahan dengan perlakuan majikannya, Siti Hajar kabur dari rumah majikannya dan menumpang taksi yang kemudian membawanya ke KBRI Kuala Lumpur.

Adanya tindakan penganiayaan yang dilakukan terhadap TKW Indonesia tersebut menimbulkan permasalahan-permasalahan terkait dengan hak asasi manusia HAM sejatinya adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian, bukan berarti dengan hak-haknya itu manusia dapat berbuat sesuatu yang dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.Oleh karena itulah hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap orang ini harus diikuti juga dengan sikap dan perilaku manusia lainnya untuk menghormati keberadaan hak asasi manusia yang dimiliki setiap orang. Penghormatan tersebut tentunya dilakukan dengan tidak melakukan pelanggaran HAM oleh pihak lain terhadap diri seseorang. Penghormatan atas HAM yang diharapkan pada pribadi seseorang tentunya tidak dapat kita temukan dalam kasus-kasus penganiayaan yang terjadi pada TKW-TKW asal Indonesia di luar negeri.

Salah satu jenis dan ranah hak asasi manusia yang terlanggar dengan adanya kasus-kasus penganiayaan TKW asal Indonesia adalah hak-hak perempuan. Setiap perempuan mempunyai hak-hak khusus yang berkaitan dengan hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi oleh undang-undang. Dalam undang-undang HAM, hak-hak perempuan dilindungi dalam beberapa macam, antara lain :

1. Hak-hak perempuan di bidang politik dan pemerintahan

2. Hak-hak perempuan di bidang kewarganegaraan

3. Hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pengajaran

4. Hak-hak perempuan di bidang ketenagakerjaan

5. Hak-hak perempuan di bidang kesehatan

6. Hak-hak perempuan untuk melakukan perbuatan hukum

7. Hak-hak perempuan dalam ikatan/ putusnya perkawinan

 

Terkait dengan adanya kasus-kasus penganiyaan terhadap TKW di luar negeri maka hak perempuan yang telah dilanggar adalah hak-hak perempuan di bidang ketenagakerjaan dan di bidang kesehatan. Adanya kasus-kasus tersebut telah menyadarkan kita bahwa di samping perbuatan-perbuatan dari pelaku yang bersifat kriminal atau tindak pidana, perbuatan pelaku juga merupakan perbuatan yang telah melanggar hak asasi manusia khususnya hak-hak perempuan.

Karena itulah pada penulisan makalah kali ini penulis akan berusaha menjelaskan hak-hak perempuan apa saja yang telah dilanggar atas kasus-kasus TKW yang telah terjadi, khususnya pada kasus penganiayaan yang dialami oleh Siti Hajar yang bekerja di Malaysia sebagai pembantu rumah tangga. Penulisan dilakukan dengan melakukan analisa terhadap kasus dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang terkait. Peraturan-peraturan yang terkait antara lain; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Dasar 1945, Convention On the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women (1979)/ CEDAW dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Universal Declaration of Human Rights /Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (1947), Internasional Covenant on Civil and Political Rights / ICCPR, Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Politik Wanita, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya / ECOSOC, Konvensi tentang Kewarganegaraan Wanita Kawin, Konvensi tentang Kewarganegaraan Wanita, Konvensi Melawan Diskriminasi Dalam Pendidikan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Atas dasar analisa itulah maka penulis akan membuat makalah dengan judul “Pelanggaran Hak-Hak Perempuan Atas Penganiayaan yang Dilakukan Terhadap Tenaga Kerja Wanita Asal Indonesia di Luar Negeri”.

 

Melihat masih banyaknya diskriminasi terhadap perempuan dan bertekad untuk melaksanakan azas-azas yang tercantum dalam Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, dan untuk itu membuat peraturan yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi seperti itu dalam segala bentuk dan perwujudannya,

Telah bersepakat mengenal hal-hal sebagal berikut:

BAGIAN I

Pasal 1

Untuk tujuan Konvensi yang sekarang ini, istilah “diskriminasi terhadap perempuan”

berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak azasi manusia dan kebebasankebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.

Pasal 2

Negara-negara peserta mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuknya dan bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda, kebijaksanaan menghapus diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk tujuan ini berusaha :

a) Mencantumkan azas persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam Undang Undang Dasar nasional mereka atau perundang-undangan yang tepat lainnya jika belum termasuk di dalamnya, dan untuk menjamin realisasi praktis dari azas ini, melalui hukum dan cara-cara lain yang tepat ;

b) Membuat peraturan perundang-undangan yang tepat dan peraturanperaturan lainnya termasuk sanksi-sanksinya di mana perlu, melarang semua diskriminasi terhadap perempuan;

c) Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan atas dasar yang sama dengan kaum laki-laki dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan badan-badan pemerintah lainnya, perlindungan kaum perempuan yang efektif terhadap setiap tindakan diskriminasi ;

d) Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk menjamin bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai dengan kewajiban tersebut;

e) Membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus perlakukan diskriminasi terhadap perempuan oleh tiap orang, organisasi atau perusahaan;

f) Membuat peraturan-peraturan yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang, untuk mengubah dan menghapuskan undang-undang, peraturan-peraturan, keblasaan-kebiasaan dan praktek-praktek yang diskriminatif terhadap perempuan;

g) Mencabut semua ketentuan pidana nasional yang diskriminatif terhadap perempuan.

Pasal 3

Negara-negara peserta membuat peraturan-peraturan yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang di semua bidang, khususnya di bidang politik, sosial, ekonomi dan

budaya, untuk meniamin perkembangan dan kemajuan perempuan sepenuhnya, dengan tuiuan untuk menjamin mereka melaksanakan dan menikmati hak-hak azasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok atas dasar persamaan dengan laki-laki.

Pasal 4

1. Pembuatan peraturan-peraturan khusus sementara oleh Negara-negara peserta yang ditujukan untuk mempercepat persamaan de facto antara laki-laki dan perempuan, tidak dianggap diskriminasi seperti ditegaskan dalam Konvensi ini dan sama sekali tidak harus membawa konsekuensi pemeliharaan norma-norma yang tak sama atau terpisah, maka peraturan-peraturan ini dihentikan jika tujuan persamaan kesempatan dan perlakuan telah tercapai.

2. Pembuatan peraturan-peraturan khusus oleh negara-negara peserta, termasuk peraturan-peraturan yang dimuat dalam Konvensi yang sekarang ini, yang ditujukan untuk melindungi kehamilan, tidak dianggap diskriminasi.

Pasal 5

Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat;

(a) untuk mengubah pola tingkah laku sosial dan budaya laki-laki dan perempuan dengan maksud untuk mencapal penghapusan prasangka-prasangka, kebiasaan-kebiasaan dan segala praktek lainnya yang berdasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau berdasar peranan stereotip bagi laki-laki dan perempuan;

(b) untuk menjamin bahwa pendidikan keluarga melalui pengertian yang tepat mengenai kehamilan sebagai fungsi sosial dan pengakuan tanggung jawab bersama laki-laki dan perempuan dalam membesarkan anak-anak mereka, seyogyanyalah bahwa kepentingan anak-anak adalah pertimbangan utama dalam segala hal.

Pasal 6

Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang, untuk memberantas segala bentuk perdagangan perempuan dan ekploitasi pelacuran.

BAGIAN II

Pasal 7

Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik dan kehidupan kemasyarakatan negaranya, khususnya menjamin bagi perempuan atas dasar persamaan dengan laki-laki, hak:

(a) untuk memilih dan dipilih;

(b) untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijaksanaan pemerintah dan implementasinya, memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan di semua tingkat;

(c) untuk berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan nonpemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara.

Pasal 8

Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menjamin bagi perempuan kesempatan untuk mewakili pemerintah mereka pada tingkat international dan untuk berpartisipasi dalam pekerjaan organisasi-organisasi international atas dasar persamaan dengan laki-laki tanpa suatu diskriminasi.

Pasal 9

1. Negara-negara peserta wajib memberi kepada perempuan hak yang sama dengan laki-laki untuk memperoleh, mengubah atau mempertahankan kewarganegaraannya. Negaranegara peserta khususnya wajib menjamin bahwa perkawinan dengan orang asing maupun perubahan kewarganegaraan oleh suami selama perkawinan tidak secara otomatis mengubah kewarganegaraan isteri, menjadikannya tidak berkewarganegaraan atau memaksakan kewarganegaraan suaminya kepadanya.

2. Negara-negara peserta wajib memberi kepada perempuan hak yang sama dengan laki-laki berkenaan kewarganegaraan anak-anak mereka.

BAGIAN III

Pasal 10

Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan guna menjamin bagi mereka hak-hak yang sama dengan laki-laki di lapangan pendidikan, khususnya guna menjamin persamaan antara laki-laki dan perempuan:

(a) Persyaratan yang sama untuk bimbingan karir dan keahlian, untuk kesempatan mengikuti pendidikan dan memperoleh ijazah dalam lembaga-lembaga pendidikan segala tingkatan baik di daerah pedesaan maupun perkotaan; Persamaan ini wajib dijamin baik dalam pendidikan taman kanak-kanak, umum, tehnik, serta dalam pendidikan keahlian tehnik tinggi, maupun dalam segala macam jenis pelatihan kejuruan;

(b) Pengikutsertaan pada kurikulum yang sama, ujian yang sama, staf pengajar dengan standar kualifikasi yang sama, serta gedung dan peralatan sekolah yang berkualitas sama;

(c) Penghapusan tiap konsep yang stereotip mengenai peranan laki-laki dan perempuan di segala tingkat dan dalam segala bentuk pendidikan dengan menganjurkan ko-edukasi dan lain-lain jenis pendidikan yang akan membantu untuk mencapai tujuan ini, khususnya dengan merevisi buku wajib dan program-program sekolah serta penyesualan metode mengajar;

(d) Kesempatan yang sama untuk mengambil manfaat dari beasiswa dan lain-lain dana pendidikan;

(e) Kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam program pendidikan yang berkelanjutan, termasuk program pendidikan orang dewasa dan pemberantasan buta huruf fungsional, khususnya program-program yang ditujukan pada pengurangan sedini mungkin tiap jurang pemisah dalam pendidikan yang ada antara laki-laki dan perempuan;

(f) Pengurangan angka putus sekolah pelajar puteri dan penyelenggaraan program untuk gadis-gadis dan perempuan yang sebelum waktunya meninggalkan sekolah.

(g) Kesempatan yang sama untuk berpartisipasi secara aktif dalam olahraga dan pendidikan jasmani;

(h) Dapat memperoleh penerangan edukatif khusus untuk membantu meniamin kesehatan dan kesejahteraan keluarga, termasuk penerangan dan nasehat mengenal keluarga berencana.

Pasal 11

1. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan, khususnya:

(a) Hak untuk bekerja sebagai hak azasi manusia;

(b) Hak atas kesempatan kerja yang sama, termasuk penerapan kriteria seleksi yang sama dalan penerimaan pegawai;

(c) Hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan, hak untuk promosi, jaminan pekerjaan dan semua tuniangan serta fasilitas kerja, hak untuk rnemperoleh pelatihan kejuruan dan pelatihan ulang termasuk masa kerja sebagai magang, pelatihan kejuruan lanjutan dan pelatihan ulang lanjutan;

(d) Hak untuk menerima upah yang sama, termasuk tuniangan-tunjangan, baik untuk perlakuan yang sama sehubungan dengan pekerjaan dengan nilai yang sama, maupun persamaan perlakuan dalam penilaian kualitas pekerjaan;

(e) Hak atas jaminan sosial, khususnya dalam hal pensiun, pengangguran, sakit, cacat, lanjut usia, serta lain-lain ketidakmampuan untuk bekerja, hak atas masa cuti yang dibayar;

(f) Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan keria, termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.

2. Untuk mencegah diskriminasi terhadap perempuan atas dasar perkawinan atau kehamilan dan untuk menjamin hak efektif mereka untuk bekerja, negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat:

(a) Untuk melarang, dengan dikenakan sanksi pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti hamil dan diskriminasi dalam pemberhentian atas dasar status perkawinan;

(b) Untuk mengadakan peraturan cut! hami) dengan bayaran atau dengan tunjangan sosial yang sebanding tanpa kehilangan pekerjaan semula.

(c) Untuk menganjurkan pengadaan pelayanan sosial yang perlu guna memungkinkan para orang tua menggabungkan kewajiban-kewajiban keluarga dengan tanggungjawab pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat, khususnya dengan meningkatkan pembentukan dan pengembangan suatu jaringan tempat-tempat penitipan anak;

(d) Untuk memberi perlindungan khusus kepada kaum perempuan selama kehamilan pada jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi mereka;

3. Perundang-undangan yang bersifat melindungi sehubungan dengan hal-hal yang tercakup dalam pasal ini wajib ditinjau kemball secara berkala berdasar ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta direvisi, dicabut atau diperluas menurut keperluan.

Pasal 12

1. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di bidang pemeliharaan kesehatan dan supaya menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan termasuk pelayanan yang berhubungan dengan keluarga berencana, atas dasar persamaan antara laki-laki dan

2. Sekalipun terdapat ketentuan pada ayat 1) ini, negara-negara peserta wajib menjamin kepada perempuan pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa sesudah persalinan, dengan memberikan pelayanan cuma-cuma dimana perlu, serta pemberian makanan bergizi yang cukup selama kehamilan dan masa menyusui.

Pasal 13

Negara-negara wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di lain-lain bidang kehidupan ekonomi dan social supaya menjamin hak-hak yang sama, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan, khususnya:

(a) Hak atas tunjangan keluarga;

(b) Hak atas pinjaman bank, hipotek dan lain-lain bentuk kredit permodalan;

(c) Hak untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreasi, olah raga dan semua segi

kehidupan kebudayaan.

Pasal 14

1. Negara-negara peserta wajib memperhatikan masalah-masalah khusus yang dihadapi oleh perempuan didaerah pedesaan dan peranan yang dimainkan perempuan pedesaan demi kelangsungan hidup keluarga mereka di bidang ekonomi, termasuk pekerjaan mereka pada sektor ekonomi bukan penghasil uang, dan wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk meniamin penerapan ketentuan-ketentuan Konvensi ini bagi perempuan di daerah pedesaan.

2. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus disktiminasi terhadap perempuan di daerah pedesaan, dan menjamin bahwa mereka ikut serta dalam dan mengecap manfaat dari pembangunan pedesaan atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan, khususnya menjamin kepada perempuan pedesaan hak:

(a) Untuk berpartisipasi dalam perluasan dan implementasi perencanaan pembangunan di segala tingkat;

(b) Untuk memperoleh fasilitas pemeliharaan kesehatan yang memadai, termasuk penerangan, penyuluhan dan pelayanan dalam keluarga berencana;

(c) Untuk mendapatkan manfaat langsung dari program jaminan sosial;

(d) Untuk memperoleh segala jenis pelatihan dan pendidikan, baik formal maupun non formal, termasuk yang berhubungan dengan pemberantasan buta huruf fungsional, serta manfaat semua pelayanan masyarakat dan pelayanan penyuluhan guna meningkatkan ketrampilan tehnik mereka;

(e) Untuk membentuk kelompok-kelompok swadaya dan koperasi supaya memperoleh peluang yang sama terhadap kesempatan-kesempatan ekonomi melalui pekerjaan atau kewiraswastaan;

(f) Untuk berpartisipasi dalam semua kegiatan masyarakat;

(g) Untuk dapat memperoleh kredit dan pinjaman pertanian, fasilitas pemasaran, tehnologi tepat-guna, serta periakuan sama pada landreform dan urusan-urusan pertanahan termasuk pengaturan-pengaturan tanah pemukiman;

(h) Untuk menikmati kondisi hidup yang memadai, terutama yang berhubungan dengan perumahan, sanitasi, penyediaan listrik dan air, pengangkutan dan komunikasi.

BAGIAN IV

Pasal 15

1. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada perempuan persamaan hak dengan laki-laki di muka hukum.

2. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada perempuan dalam urusan urusan sipil kecakapan hukum yang sama dengan kaum laki-laki dan kesempatan yang sama untuk menjalankan kecakapan tersebut, khususnya agar memberikan kepada perempuan hak-hak yang sama untuk menandatangani kontrak-kontrak dan untuk mengurus harta benda, serta wajib memberi mereka perlakuan yang sama pada semua tingkatan prosedur di muka hakim dan pengadilan.

3. Negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua dokumen yang mempunyai kekuatan hukum yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum bagi perempuan, wajib dianggap batal dan tidak berlaku.

4. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada laki-laki dan perempuan hak-hak yang sama berkenaan dengan hukum yang berhubungan dengan mobilitas orang-orang dan kebebasan untuk memilih tempat tinggal dan domisili mereka.

Pasal 16

1. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam semua urusan yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan, dan khususnya akan menjamin:

a) Hak yang sama untuk memasuki jenjang perkawinan;

b) Hak yang sama untuk memilih suami secara bebas dan untuk memasuki jenjang perkawinan hanya dengan persetujuan yang bebas dan sepenuhnya;

c) Hak dan tanggungjawab yang sama selama perkawinan dan pada pemutusan perkawinan;

d) Hak dan tanggungjawab yang sama sebagai orang tua, terlepas dari status kawin mereka, dalam urusan-urusan yang berhubungan dengan anak-anak mereka. Dalam semua kasus, kepentingan anak-anaklah yang wajib diutamakan;

e) Hak yang sama untuk menentukan secara bebas dan bertanggungjawab jumlah dan penjarakan kelahiran anak-anak mereka serta untuk memperoleh penerangan, pendidikan dan sarana-sarana untuk memungkinkan mereka menggunakan hak-hak ini;

f) Hak dan tanggung jawab yang sama berkenaan dengan perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak a’tau lembaga-lembaga yang sejenis di mana konsep-konsep ini ada dalam perundang-undangan nasional, dalam semua kasus kepentingan anak-anaklah yang wajib diutamakan;

g) Hak pribadi yang sama sebagai suami isteri, termasuk hak untuk memilih nama keluarga, profesi dan jabatan;

h) Hak sama untuk kedua suami isteri bertalian dengan pemiiikan, perolehan, pengelolaan, administrasi, penikmatan dan memindahtangankan harta benda, baik secara cuma-cuma maupun dengan penggantian berupa uang.

2. Pertunangan dan perkawinan seorang anak tidak akan mempunyai akibat hukum dan semua tindakan yang periu, termasuk perundangundangan, wajib diambil untuk menetapkan usia minimum untuk kawin dan untuk mewajibkan pendaftaran perkawinan di Kantor Catatan Sipil yang resmi.

BAGIAN V

Pasal 17

1. Untuk menilai kemajuan yang telah dibuat pada implementasi Konvensi yang sekarang ini, dibentuk suatu Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (Komite CEDAW, selanjutnya disebut Komite). Pada waktu Konvensi ini mulai berlaku, Komite terdiri dari delapan belas orang dan setelah Konvensi ini diartifikasi atau dilakukan aksesi oleh negara peserta ketiga puluh lima, terdiri dari dua puluh tiga orang ahli yang bermartabat tinggi dan kompeten di bidang yang dicakup oleh Konvensi ini. Ahli-ahli ini akan dipilih oleh negara-negara peserta diantara warganegaranya dan bertindak dalam kapasitas pribadi mereka, dengan mempertimbangkan distribusi geografis yang tepat dan mempertimbangkan unsur-unsur dari berbagai bentuk peradaban manusia dan system hukum utama yang berlaku.

2. Anggota-anggota Komite dipilih dengan jalan pemungutan suara secara rahasia dari daftar nama orang-orang yang dicalonkan oleh negara-negara peserta. Setiap Negara peserta mencalonkan seorang di antara warganegaranya sendiri.

3. Pemilihan pertama diadakan enam bulan setelah tanggal mulal berlakunya Konvensi. Sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum tanggal setiap pemilihan, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa mengirimkan surat kepada negara-negara peserta, mengundang mereka untuk mengajukan pencalonan mereka dalam waktu dua bulan. Sekretaris Jenderal mempersiapkan daftar menurut urutan dari semua orang yang dicalonkan itu, dengan mencantumkan nama negara peserta yang telah mencalonkan mereka, dan menyampalkan daftar itu kepada negara peserta;

4. Pemilihan para anggota Komite diadakan pada suatu rapat antar negara-negara peserta yang diundang oleh Sekretaris Jenderal di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada rapat tersebut, dua pertiga dari negara-negara yang terpilih untuk Komite itu adalah calon-calon yang memperoleh jumiah suara terbesar dan mayoritas mutlak dari suara para wakil negara-negara peserta yang hadir yang memberikan suara.

5. Para anggota Komite dipilih untuk masa jabatan empat tahun. Namun, masa jabatan sembilan orang di antara anggota yang dipilih pada pemilihan pertama habis waktunya setelah dua tahun berakhir; segera setelah pemilihan pertama, nama-nama ke sembilan anggota ini dipilih melalui undian oleh Ketua Komite.

6. Pemilihan lima orang anggota Komite tambahan diadakan sesual dengan ketentuan ayat 2) 3) dan 4) pasal lni, setelah ratifikasi atau aksesi yang ke tiga puluh lima. Masa jabatan dua orang di antara anggota-anggota tambahan yang dipilih pada kesempatan ini habis waktunya setelah dua tahun berakhir, nama-nama kedua anggota ini dipilih melalui undian oleh Ketua Komite.

7. Untuk mengisi lowongan yang timbul secara insidentil, negara-negara peserta yang ahlinya berhenti berfungsi sebagai anggota, Komite menunjuk ahli lain dari antara warga negara yang harus disetujui oleh Komite.

8. Anggota Komite dengan persetujuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan menerima tunjangan-tunjangan dari sumber-sumber Perserikatan Bangsa-Bangsa menurut syarat-syarat seperti yang ditentukan oleh Majelis, mengingat pentingnya tanggung jawab Komite.

9. Sekretaris lenderal Perserikatan Bangsa Bangsa menyediakan pegawai-pegawai dan fasilitas yang diperlukan bag! pelaksanaan efektif fungsi-fungsi Komite di bawah Konvensi ini.

Pasal 18

1. Negara-negara peserta akan menyampaikan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk dipertimbangkan oleh Komite laporan mengenai peraturanperaturan legislatif, judikatif, administratif atau langkah-langkah lain yang telah diambil untuk memberiakukan ketentuan-ketentuan dari Konvensi yang sekarang ini dan laporan mengenai kemajuan yang dicapai:

(a) Dalam satu tahun setelah mulai berlaku untuk negara yang bersangkutan; dan

(b) Sesudah itu sekurang-kurangnya tiap empat tahun dan selanjutnya sewaktu-waktu sesuai permintaan Komite.

2. Laporan dapat memuat faktor dan kesulitan yang mempengaruhi tingkat pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang terdapat di dalam Konvensi ini.

Pasal 19

1. Komite wajib membuat peraturan-peraturan prosedurnya sendiri.

2. Komite wajib memilih pejabat-pejabatnya untuk masa jabatan dua tahun.

Pasal 20

1. Komite wajib tiap tahun mengadakan pertemuan untuk jangka waktu tidak lebih dari dua minggu guna mempertimbangkan laporan-laporan yang diajukan sesual dengan pasal 18 Konvensi ini.

2. Pertemuan Komite tersebut pada ayat 1) diadakan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa atau di tempat lain sesuai dengan keputusan Panitia.

Pasal 21

1. Komite, melalui Dewan Ekonomi dan Sosial, setiap tahun wajib melapor kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai kegiatannya serta dapat memberi saran-saran dan rekomendasi umum berdasarkan penelitian laporan-laporan dan keterangan yang diterima dari negara-negara peserta. Saran-saran dan rekomendasi umum tersebut wajib dimasukkan dalam laporan Komite bersama-sama dengan tanggapan, jika ada, dari negara-negara peserta.

2. Sekretaris Jenderal wajib mengirim laporan-laporan Komite kepada Komisi Kedudukan Perempuan, untuk diketahui.

Pasal 22

Badan-badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa berhak untuk diwakili sesuai dengan lingkup kegiatan mereka pada waktu dipertimbangkan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Konvensi ini. Komite dapat meminta badan-badan khusus tersebut untuk menyerahkan laporannya mengenai pelaksanaan Konvensi yang termasuk lingkup kegiatan mereka.

BAGIAN VI

Pasal 23

Apapun dalam Konvensi ini tidak akan mempengaruhl ketentuan manapun yang lebih baik bagi tercapainya persamaan antara laki-laki dan perempuan yang mungkin terdapat:

(a) Dalam perundang-undangan suatu negara peserta; atau

(b) Dalam Konvensi, perjanjian atau persetujuan lnternasional manapun yang berlaku bagi negara itu.

Pasal 24

Negara-negara peserta mengusahakan untuk mengambil segala langkah yang perlu pada tingkat nasional yang ditujukan pada tercapainya perwujudan sepenuhnya dari hak-hak yang diakui dalam Konvensi ini.

Pasal 25

1. Konvensi ini terbuka untuk penandatanganan oleh semua negara.

2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ditunjuk sebagai penyimpan Konvensi

3. Konvensi ini perlu diratifikasi. Instrumen-instrumen ratifikasi disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

4. Konvensi ini terbuka untuk aksesi oleh semua negara. Aksesi berlaku dengan penyimpanan instrumen aksesi pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 26

1. Permintaan untuk merevisi Konvensi ini dapat diajukan sewaktu-waktu oleh setiap negara peserta dengan pemberitahuan tertulis yang dialamatkan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa apabila perlu menentukan langkah-langkah yang akan diambil bertalian dengan permintaan tersebut.

Pasal 27

1. Konvensi ini mulai beriaku pada hari ke tiga puluh setelah tanggal disimpankannya instrumen ratifikasi atau instrumen aksesi yang kedua puluh pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Bagi setiap Negara yang meratifikasi Konvensi ini atau yang melakukan aksesi setelah penyimpanan lnstrumen ratifikasi atau instrumen aksesi yang kedua puluh, Konvensi ini mulai berlaku pada hari ketiga puluh setelah tanggal disimpankannya lnstrumen ratifikasi atau instrumen aksesinya sendiri.

Pasal 28

1. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima dan mengedarkan kepada semua negara naskah keberatan-keberatan yang dibuat oleh negara-negara pada waktu ratifikasi atau aksesi.

2. Keberatan yang bertentangan dengan sasaran dan tujuan Konvensi ini tidak diijinkan.

3. Keberatan-keberatan sewaktu-waktu dapat ditarik kembali dengan memberitahukannya

kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan BangsaBangsa yang kemudian memberitahukan hal tersebut kepada semua negara.

Pasal 29

1. Setiap perselisihan antara dua atau lebih negara peserta mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini yang tidak diselesaikan melalui perundingan, diajukan untuk arbitrasi atas permohonan salah satu diantara negara-negara tersebut. Jika dalam enam bulan sejak tanggal permohonan untuk arbitrast pihak-pihak tidak dapat bersepakat mengenai penyelenggaraan arbitrasi itu, salah satu dari pihak-pihak tersebut dapat menyerahkan perselisihan itu kepada Mahkamah Internasional melalui permohonan yang sesuai dengan Peraturan Mahkamah itu.

2. Setiap negara peserta pada waktu penandatanganan atau ratifikasi Konvensi ini atau pada waktu aksesi dapat menyatakan bahwa negara peserta itu tidak menganggap dirinya terikat oleh ayat I pasal ini, negara-negara peserta lain tidak akan terikat oleh ayat itu terhadap negara peserta yang telah membuat keberatan demikian.

3. Negara peserta yang telah mengajukan keberatan seperti tersebut pada ayat 2) pasal ini sewaktu-waktu dapat menarik kembali keberatannya dengan jalan pemberitahuan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa.

Pasal 30

Konvensi ini, yang naskahnya dibuat dalam bahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia, dan Spanyol, mempunyai kekuatan yang sama dan wajib disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa.

Demikianlah yang bertandatangan di bawah ini, diberi kuasa sebagaimana mestinya, telah menandatangani Konvensi ini.

 

Ditetapkan dan dibuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh Resolusi Majelis Umum 34/180 pada 18 Desember 1979

Sumber :

http://www.komnasham.go.id/informasi/images-portfolio-6/2013-03-18-05-44-20/internasional/267-konvensi-tentang-penghapusan-segala-bentuk-diskriminasi-terhadap-perempuan

http://akbarmuzaqir.blogspot.com/2013/04/hak-hak-perempuan.html

TUGAS KEWARGANEGARAAN

Standar

Nama         : Desy Purnamasari

Npm          : 11212910

Kelas        : 2EA28

 

           Menurut saya tulisan mengenai “ PERAN ASAS TUNGGAL PANCASILA DALAM MEMBENDUNG GERAKAN IDEOLOGI ISLAM GARIS KERAS” Oleh: Muhammad Ali Chozin, sangat bagus dan pembahasannnya juga lengkap sehingga bias menammbah ilmu bagi saya mengenai hubungannya antara Negara dan pancasila. Disini saya saya mengutip beberapa kalimat yang berhubungan dengan Negara dan agama yaitu :

           “Tidaklah mudah untuk menggandeng antara agama dengan negara. Keduanya, dalam dunia politik, membuat ketegangan dan perdebatan yang rumit. Dari hubungan keduanya melahirkan beberapa teori, antara lain: pertama, teori teokrasi. Teo artinya Tuhan. Jadi maksud dari teori ini adalah segala sesuatunya bersandar pada kehendak Tuhan, yang dalam hal ini diwakilkan oleh prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan dalam agama, yang akan mengatasi realitas kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Termasuk dalam ketegori ini kelompok Islam garis keras (radikal-fundamental) tersebut. Mereka meyakini bahwa hanya wahyu dari Allah-lah yang berhak mengatur kehidupan manusia di dunia ini, termasuk kehidupan beragama dan sekaligus bernegara. Kedua, teori demokrasi. Teori ini berpendapat bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, yang tidak ada kaitannya dengan agama. Pada paham ini, agama sebagai urusan pribadi yang tidak bisa dibawa kepada tataran publik dan negara. Ketiga, teori teo-demokrasi. Teori ini mencoba sebagai penengah dengan merangkul keduanya menjadi satu sistem, yaitu kedaulatan suatu negara berada di atas tangan manusia sesuai dengan aturanaturan yang baku dalam agama (perintah-perintah Tuhan).”

           Dari kutipan itu saya dapat menyimpulkan bahwa antara agama dan Negara itu awalnya sulit untuk di persatukan dan mungkin bertentangan tapi akhirnya bisa juga dipersatukan bahkan bisa saling berhubungan satu sama lain dengan banyaknya sejarah panjang perjuangan untuk mengganti pancasila yang lebih jelasnya dijelaskan dengan kutipan kalimat dibawah ini :

           “Dengan banyaknya sejarah panjang perjuangan untuk mengganti Pancasila tidak mudah dan gampang, bahkan harus dengan peperangan seperti yang dilakukan oleh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) untuk menjadikan Negara Islam Indonesia (NII). Bahkan dalam sejarah bangsa ini, Pancasila bukan hanya ingin diubah menjadi ideologi Islam tapi juga pernah ingin diganti dengan ideology komunis dengan adanya Pemberontakan PKI 1948 di Madiun dan Peristiwa Gerakan Tiga Puluh September (Gestapu) 1965. Dengan keberagamaan yang inklusif diharapkan bangsa Indonesia bisa membawa rakyatnya kepada suasana yang adil dan sejahtera, tanpa harus memaksakan kehendak untuk menerapkan syari’at Islam ke ranah publik dan negara. Agama adalah urusan pribadi antara makhluk dengan Tuhan, sedangkan negara adalah urusan semua warga negara yang hidup dalam suatu negara yang sama dengan dasar hukum yang sama pula.”